Kasus Buaya Memangsa Manusia di Belitung Timur Imbas dari Aktivitas Penambangan Liar
Lensabangkabelitung.com, Belitung Timur – Kejadian buaya memangsa manusia yang kembali terjadi di alur sungai Manggar pada Kamis kemarin, 1 April 2021 meninggalkan pertanyaan. Konflik tata ruang habitat satwa liar dengan aktivitas tambang liar diduga menjadi pemicu serangan hewan predator tersebut terhadap manusia.
Seperti diberitakan sebelumnya, kejadian tragis menimpa Sudianto, 52 tahun yang tewas diterkam buaya pada saat dirinya sedang beraktivitas mencuci timah di pinggir alur sungai tersebut. Jasad warga gang Semutok Desa Mekar Jaya, Kecamatan Manggar, itu baru dapat dievakuasi setelah petugas melepaskan dua tembakan ke tubuh buaya.
Bahkan dalam kurun tujuh bulan terakhir di alur sungai tersebut sudah memakan dua korban tewas akibat terkaman buaya. Serupa dengan kasus Sudianto, pada tanggal 10 Agustus 2020 lalu, Saad, 50 tahun juga tewas dimangsa buaya pada saat mencuci timah disungai.
Ketua Relawan Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Kabupaten Belitung Timur, Yudi Senga mengatakan bahwa Sungai Manggar dan cabang-cabangnya adalah habitat buaya muara (Crocodylus porosus), atau biasa disebut buaya air asin. Adanya aktivitas penambangan liar mengakibatkan perubahan ekologi rantai makanan hewan predator tersebut.
“Ikan-ikan, kepiting, kera bakau yang sebenarnya menjadi makanan buaya berkurang membuat buaya menjadi ganas kesulitan mencari makan karena air keruh,” kata Yudi kepada Lensabangkabelitung.com, Jumat, 2 April 2021.
Lebih lanjut dikatakan dia, bahwa di area tersebut bukan tempat untuk melakukan kegiatan penambangan liar. Sungai Manggar merupakan kawasan hutan bakau, tempat yang dilarang untuk dilakukan segala jenis kegiatan tambang.
“Hutan mangrove ya penggunaannya untuk aktivitas nelayan. Ketika dilakukan penambangan liar ya buaya muncul ke daratan karena campuran logam dari hasil tambang,” jelasnya.
Yudi menyebutkan bahkan sampai saat ini aktivitas penambangan liar masih marak di area tersebut. Dari hasil pantauan dilapangan, ditemukan sekitar 70 ponton beroperasi di kawasan mangrove sepanjang sungai Manggar. “Bahkan sampai ada yang sudah membabat hutan lindung,” ujar Yudi yang juga Ketua Komunitas Akar Bakau Belitung Timur ini.
Berkaca dari kejadian buaya memangsa manusia ini dia meminta ketegasan dari pemerintah daerah untuk melakukan penindakan terhadap aktivitas penambangan ilegal. Sebab, kata Yudi, kejadian serupa bisa kembali terjadi bahkan lebih parah.
“Semua kan sudah ada undang-undang nya. Siapa yang melakukan kegiatan ilegal harus ditangkap kalau perlu pembeli timah ilegal tersebut juga ditangkap jangan hanya masyarakat penambangnya saja. Karena kegiatan tanpa adanya izin merugikan banyak pihak. Masyarakat, lingkungan, alam mendapat imbas dari hal tersebut,” tandasnya.
Penulis: Rizky Sadewa | Editor: Donny Fahrum