ARTIKELNEWSOPINI

Pandemi Lewat, Jurnalis Selamat

Musim pagebluk akibat pandemi Corona Virus Desease 2019 (Covid-19) belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir meski sudah memasuki tahun 2021. Segala macam upaya yang dilakukan pemerintah pada tahun lalu seakan belum mampu memberikan jaminan penyelesaian pandemi untuk membuat sendi-sendi kehidupan kembali normal.

Hampir seluruh sektor ekonomi dan usaha mendapatkan pukulan telak karena tidak bisa berproduksi maksimal. Tidak hanya itu, jurnalis pun turut merasakan dampaknya pandemi hingga hampir babak belur. Meski tetap eksis memberikan informasi Covid-19 dan berperan dalam sosialisasi penerapan protokol kesehatan, namun jurnalis seolah menjadi pahlawan yang terlupakan dan terpinggirkan.

Tahun 2020 menjadi masa kelam bagi kalangan jurnalis. Di tengah optimisme dan semangat untuk tetap menjalankan tugas, tidak sedikit juga jurnalis yang harus ikut terpapar Covid-19. Organisasi pers Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia pernah mengeluarkan data bahwa sepanjang Maret hingga Desember 2020 setidaknya ada 294 jurnalis atau pekerja media yang terpapar Covid-19. Jumlah itu hanya yang tercatat saja karena diyakini masih banyak jurnalis yang terpapar Covid-19 dan belum terdata.

Terpapar Covid-19 bukan satu-satunya masalah yang dihadapi oleh jurnalis. Persoalan konflik dengan perusahaan media tempat bekerja pun kerap terdengar terjadi. Cukup banyak jurnalis yang mengaku menerima Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dari perusahaan pers, menerima pemotongan upah dan gaji hingga dirumahkan.

Kebijakan perusahaan pers terhadap jurnalisnya itu memang tidak sepenuhnya bisa disalahkan. Pandemi membuat perusahaan pers terkendala dalam pemenuhan hak-hak jurnalisnya. Meski begitu, perusahaan pers harus tetap mencari solusi untuk bertahan dengan cara yang tidak melanggar hukum atau bertentangan dengan kode etik jurnalistik.

Perusahaan pers paling tidak bisa membekali jurnalisnya dengan alat pelindung diri yang diperlukan untuk liputan di lapangan. Atau bisa juga memberikan fasilitas pengecekan kesehatan dengan rapid tes atau uji swab. Harus diakui tidak semua perusahaan pers membekali jurnalisnya dengan alat pelindung diri.

Survei AJI Indonesia terhadap jurnalis memperlihatkan data bahwa dari 792 pekerja media yang menjadi responden, hanya 63,2 persen jurnalis yang mengaku dibekali alat pelindung diri dari perusahaan. Selebihnya tidak dibekali apapun oleh perusahaan. Bahkan ada juga jurnalis yang terpapar Covid-19 harus mengeluarkan biaya sendiri untuk perawatan karena tidak ada bantuan sepeser pun dari perusahaan. Beberapa organisasi profesi jurnalistik ikut turun tangan dan memberikan panduan peliputan di masa pandemi kepada anggotanya. Setidaknya panduan peliputan tersebut dapat berguna mencegah dan mengurangi jumlah jurnalis yang terpapar Covid-19.

Program vaksinasi Covid-19 yang dilakukan pemerintah awalnya memberi secercah harapan bagi jurnalis dalam menjalan tugas jurnalistiknya. Namun hal itu tampaknya bukan menjadi prioritas karena yang utama adalah para pejabat penyelenggara negara, tenaga kesehatan dan unsur-unsur yang dianggap penting untuk diberikan vaksin.

Meski dianggap sebagai bagian dari pilar demokrasi selain eksekutif, legislatif dan yudikatif, pers masih belum dilirik untuk mendapat jatah vaksin prioritas. Padahal pers selalu diminta perannya memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang keamanan vaksin sehingga tidak perlu ditakuti. Harus diakui pemberian vaksin Covid-19 bukan solusi tunggal mengatasi pagebluk. Namun setidaknya jurnalis bisa ikut masuk sebagai penerima prioritas. Tugas di lapangan dan berhubungan dengan orang banyak, membuat posisi jurnalis masih rentan terpapar Covid-19.

Hal itu sepatutnya menjadi perhatian bersama. Tahun 2021 masih belum menjadi jaminan pandemi akan berakhir. Itu berarti perusahaan pers dan jurnalis masih harus bertahan dengan segala hambatan demi menjaga eksistensi memberikan informasi kepada publik. Bantuan insentif pemerintah tanpa embel-embel khusus atau tidak mengganggu independensi dan profesionalisme perusahaan pers mau tidak mau masih diharapkan di tahun ini.

Jurnalis pun diharapkan masih tetap bersemangat bertugas demi memberikan informasi akurat dan mendidik kepada publik terkait Covid-19 maupun peristiwa lainnya. Dengan menjaga diri dan mematuhi anjuran penerapan protokol kesehatan sebelum liputan, saat liputan maupun sesudah liputan, menjadi perisai awal membentengi diri dan keluarga terhindar dari Covid-19.

Selain itu jurnalis perlu mengedepankan prinsip saat liputan di masa pandemi dengan lebih bertanggung jawab, seperti memiliki rasa peka dan empati terhadap pasien dengan tidak mempublikasikan data pribadi namun tetap mempertahankan akurasi. Penggunaan kata dalam penulisan berita pun diharapkan tidak menambah ketakutan, kecemasan atau memicu kepanikan publik. Yang utama jurnalis harus fokus mengawal upaya penanggulangan krisis yang dilakukan pemerintah ini agar dampak yang ditimbulkan akibat pandemi bisa diminimalisir.

Penulis: Servio Maranda

Related Articles

Leave a Reply

Back to top button