
Guna menunjang kebijakan pemerintah di bidang pangan yaitu untuk meningkatkan upaya penganekaragaman atau diversifikasi pola konsumsi pangan guna mengurangi ketergantungan beras sebagai makanan pokok, maka peran umbi-umbian termasuk singkong menjadi amat penting. Singkong sudah biasa dimanfaatkan oleh masyarakat luas, untuk diproses menjadi berbagai produk olahan secara tradisional, baik untuk memenuhi keperluan sendiri maupun dikomersialkan. Karena potensi yang cukup banyak, maka usaha pemanfaatan singkong perlu dilestarikan dan dikembangkan lebih lanjut menjadi produk-produk baru yang lebih modern, eksklusif dan berkadar gizi tinggi, dengan sentuhan teknologi pangan yang tepat.
Tantangan dan Strategi Keberhasilan Diversifikasi Pangan
Tantangan utama yang dihadapi dalam menggiatkan diversifikasi pangan adalah mengubah pola konsumsi masyarakat dari bahan pangan beras ke non beras. Untuk mengubah pola konsumsi tersebut, maka banyak hal yang perlu disiapkan, antara lain penyediaan bahan pangan non beras, pengolahannya yang harus sesuai citarasa masyarakat, kemasan menarik, dan keterjangkauan harga dengan memperhitungkan daya beli masyarakat.
Selama ini beberapa faktor yang menjadi penghambat diversifikasi konsumsi pangan dari beras ke non beras di indonesia adalah karena rasa beras lebih enak dan mudah diolah, di masyarakat ada anggapan merasa belum makan kalau belum makan nasi, beras sebagai komoditas superior ketersediaannya melimpah dengan harga yang murah, pendapatan masyarakat masih rendah, teknologi pengolahan dan promosi pangan non beras masih rendah, kebijakan pangan yang tumpang tindih, serta kebijakan impor gandum dan promosi produk mie yang gencar.
Di sisi lain menurunnya selera sebagian masyarakat terhadap makanan tradisional Indonesia antara lain disebabkan karena adanya perubahan gaya hidup, perubahan sosial budaya, perkembangan ekonomi dalam kehidupan masyarakat.
Di samping itu kebiasaan masyarakat terhadap makan di luar, gencarnya promosi dan tersedianya makanan asing di berbagai kota besar juga sebagai salah satu faktor mengapa masyarakat lebih menyukai makanan asing dari pada makanan kita sendiri. Selera masyarakat terhadap pangan berubah seiring dengan semakin maraknya jenis pangan olahan yang siap saji dan praktis, serta dapat diperoleh dengan mudah. Perubahan gaya hidup masyarakat berpengaruh pula pada gaya makan. Mungkin orang akan gengsi mengkonsumsi jagung dan ubi kayu karena komoditas tersebut sudah mempunyai trade mark sebagai barang inferior, yang hanya cocok untuk kalangan bawah. Masyarakat mengalihkan fungsi jagung dan ubi kayu, tidak lagi sebagai makanan pokok tetapi sebagai makanan selingan atau snack, sehingga jumlah yang dikonsumsi juga sangat terbatas. Dari berbagai fenomena tersebut menunjukkan bahwa pangan lokal seperti jagung dan ubi kayu telah ditinggalkan oleh masyarakat, dan pangan global seperti mie semakin digemari oleh masyarakat.
Kita juga harus introspeksi apakah kondisi makanan tradisional kita dapat tampil menarik, mampu bersaing terutama dalam aspek kepraktisan, kebersihan, pengolahan, penampilan dan penyajian dengan makanan asing. Keberhasilan kebijakan diversifikasi konsumsi pangan penting tidak hanya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, tetapi juga berdampak positif pada ketahanan pangan, pendapatan petani dan agroindustri pangan serta menghemat devisa.
Halaman: