Ini Isi Kesepakatan Petani Babar dengan Pemprov Babel Soal Izin HTI
Lensabangkabelitung.com, Pangkalpinang – Setelah melakukan audiensi dengan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada Senin (22/01/2018), mengenai usulan pencabutan izin Hutan Tanam Industri (HTI) PT Bangun Rimba Sejahtera (BRS), akhirnya masyarakat petani Bangka Barat didampingi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Babel akhirnya menelurkan enam kesepakatan usulan kepada Menteri Lingkungan Hidup.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 336/Menhut/2013 tanggal 16 Mei 2013 yang telah memberikan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Tanaman Industri (HTI) kepada PT. Bangun Rimba Sejahtera (PT BRS) dengan luas area konsesi 66.460 ha.
Bersamaan dengan hal tersebut dan menyikapi aspirasi masyarakat Kabupaten Bangka Barat terhadap keberadaan PT. BRS,maka dengan ini mengusulkan pencabutan izin dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melalui Gubernur Kepulauan Bangka Belitung telah mengeluarkan surat penghentian sementara aktivitas PT. BRS pada pertemuan Gubernur dan Masyarakat Bangka Barat pada tanggal September 2017;
2. Bahwa izin PT. BRS yang diterbitkan pada tanggal 16 Mei 2013 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. SK. 336/Menhut II/2013 tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri Kepada PT. BRS atas Areal Hutan Produksi seluas 66.460 ha di Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dimana dalam diktum KESEBELAS Surat Keputusan tersebut diatur bahwa “keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan untuk jangka waktu paling lama 60 tahun, kecuali apabila diserahkan kembali oleh pemegang izin atau dicabut oleh Menteri Kehutanan, dan apabila dalam jangka waktu 2 tahun sejak ditetapkan keputusan ini tidak ada kegiatan nyata di lapangan, maka keputusan ini batal dengan sendirinya.”
Namun sampai saat ini setelah 4 tahun 8 bulan sejak keluarnya izin tersebut sama sekali tidak ada kegiatan nyata di lapangan yang dilakukan oleh PT BRS. Jika merujuk pada aturan yang tertera dalam Surat Keputusan tersebut diatas seharusnya izin PT. BRS sudah batal dengan sendirinya sejak tanggal 16 Mei 2015 silam.
3. Bahwa setelah 1 tahun izin diterima oleh PT BRS pada tanggal 16 Mei 2013, Bupati Bangka Barat melalui surat Nomor 522/491/2.02.02/2014 tanggal 20 Juni 2014 perihal Peringatan Pertama yang ditujukan kepada Dirut BRS karena belum ada kegiatan nyata dari PT BRS di lapangan terhadap izin yang diberikan oleh Menteri Kehutanan RI, akan tetapi hingga saat ini Januari 2018, belum terlihat juga adanya kegiatan nyata di lapangan atau dalam izin yang diberikan Kementerian Kehutanan PT BRS.
4. Bahwa tidak adanya kegiatan nyata di lapangan ini juga diakui oleh pihak BRS dalam pertemuan formal antara Masyarakat dengan PT. BRS di rumah dinas Gubernur Kepulauan Bangka Belitung pada tanggal 7 Desember 2017.
5. Bahwa terdapat syarat-syarat lain yang ditetapkan dalam surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 336 Menhut-II/2013 yang tidak dipenuhi oleh PT BRS, lain:
a. Kewajiban melakukan penanaman paling rendah 50 persen dari luas areal tanam, dalam waktu paling lambat.
b. PT BRS belum melakukan penata batasan.
c. PT BRS belum melakukan usaha konservasi; dan
d. PTBRS belum membangun sistem informasi kepada publik yang berkaitan dengan pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI).
5. Sejak diberikannya izin, di mana izin tersebut diberikan kepada PT BRS pada tanggal 16 Mei 2013, namun hingga saat ini (Januari 2018) sama sekali belum ada penanaman di konsesi oleh PT BRS;
6. Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengusulkan skema Perhutanan Sosial dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Adat, serta Reforma Agraria pada wilayah pemukiman yang masuk kawasan hutan.
Berdasarkan point-point di atas, maka surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 336/Menhut-II/2013 tanggal 16 Mei 2013 sudah memenuhi ketentuan untuk dicabut.
Penulis : Nasir