NEWS

Ahmadi Sofyan dan Edi AH Iyubenu Berbagi Cerita Rahasia Menulis

Lensabangkabelitung.com, Pangkalpinang – Festival Sejuta Buku & Literasi Bangka Belitung yang berlangsung sejak 27 November lalu ditutup hari ini dengan talkshow yang menghadirkan 2 orang penulis senior yang memiliki puluhan karya yang menasional, Ahmadi Sofyan dan Edi AH Iyubenu.

Walau sempat diguyur hujan lebat, namun ternyata tidak menyurutkan semangat anak-anak muda Bangka Belitung yang didominasi oleh mahasiswa dan siswa untuk hadir di Panti Wangka dimana kegiatan berlangsung meriah dan penuh canda tawa.

Apalagi sosok Ahmadi Sofyan adalah penulis sekaligus pemerhati budaya kelahiran Kemuja Bangka Belitung dan kini menetap di Pangkalpinang, menyampaikan berbagai humor segar disela-sela penyampaian materi. Sedangkan Edi AH Iyubenu adalah penulis kelahiran Sumenep Madura yang menetap di Yogyakarta dan memimpin penerbitan Diva Press Yogyakarta. Kedua penulis ini dihadiri oleh pihak Panitia Festival Sejuta Buku & Literasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Edi AH Iyubenu pada kesempatan itu mengapresiasi semangat anak-anak muda Bangka Belitung yang memiliki semangat literasi. Penulis buku “Berhala-Berhala Wacana” ini mengungkapkan beberapa rahasia untuk menuangkan ide menjadi karya tulis. Salah satu yang diungkapkan adalah memulai dengan meniru dari penulis senior. “Untuk mengawali menulis, boleh mengutip beberapa kalimat dari penulis lain sebagai pembuka, selanjutnya dikembangkan,” ujarnya, Minggu, 3 Desember 2017.

Selain itu sosok yang sudah puluhan tahun menggeluti dunia kepenulisan ini mengingatkan kepada mahasiswa dan siswa Bangka Belitung yang hadir pada kegiatan tersebut untuk tidak membuang setiap karya yang sudah ditulis walau tidak pernah diterbitkan.

“Jangan pernah membuang tulisan yang pernah Anda tulis, karena Anda tidak pernah tahu suatu saat itu menjadi karya terbaik Anda. Juga jangan pernah menyerah kalau karya ditolak diterbitkan, karena berapa banyak karya masterpiece para penulis mengalami beberapa kali penolakan,” ungkapnya sambil memberikan beberapa contoh karya hebat para penulis yang awalnya ditolak oleh penerbit.

Sedangkan Ahmadi Sofyan pada kesempatan itu mengungkapkan beberapa tehnik dan motivasi menjadi seorang penulis yang istiqomah dengan terus menulis sebagai bentuk ekspresi diri yang positif.

Kepada para mahasiswa dan siswa yang hadir, kolomnis tetap beberapa media di Babel ini menyebutkan bahwa menulis harus menjadi kebiasaan. Selain itu tokoh pemuda Bangka Belitung ini menceritakan perjalanan dirinya menjadi Penulis semenjak hidup di perantauan di Jawa Timur yang hingga kini lebih dari 80 judul bukunya telah diterbitkan.

“Menulis itu adalah ekspresi diri, jangan berpikir untuk popularitas, itu imbas kecil saja dari karya yang kita tulis. Menulis itu sangat asyik jika sudah menjadi sebuah kebiasaan serta bisa memberikan pencerahan bagi orang lain walau tidak semua orang bisa kita cerahkan atau mau untuk dicerahkan,” ujar penulis dan entrepreneur pemilik Umah Ubi Atok Kulop, itu.

Beberapa kiat agar memiliki karya di usia muda dibeberkan oleh Ahmadi Sofyan dihadapan siswa dan mahasiswa yang hadir dalam kegiatan Festival Sejuta Buku & Literasi tersebut.

Tidak hanya bicara literasi, kegiatan ini ternyata juga diisi dengan Nganggung khas Bangka. Puluhan dulang disiapkan dengan makanan yang diperuntukkan oleh pihak Panitia kepada semua yang hadir. Sebagai pemerhati Budaya, oleh pihak Panitia, Ahmadi Sofyan juga diminta menjelaskan filosofi nganggung dan makna yang terkandung didalamnya serta tudung saji yang menjadi ciri khas.

“Nganggung ini budaya khas Bangka yang bermakna kebersamaan dan sedekah sebagai rasa syukur. Semiskin-miskinnya orang Bangka, maka ia tetap bersedekah melalui budaya nganggung. Makanan yang dibawa untuk nganggung adalah makanan terbaik yang ada di rumah kita. Nganggung ini filosofinya menikmati atau makan bersama bukan makan surang (sendirian). Sedangkan tudung saji dengan warna warni itu adalah wajah masyarakat Bangka yang sangat harmonis dengan berbagai etnis. Bahkan warna merah itu tidak lepas dari pengaruh etnis Tionghoa,” ungkap Ahmadi Sofyan.

Lensa Bangka Belitung

Portal Berita Terkini Bangka Belitung

Related Articles

Leave a Reply

Back to top button