Kerusakan DAS Babel diatas 20%
Lensabangkabelitung.com, Pangkalpinang – Politik pembiaran oleh pemilik kewenangan, dalam penegakan hukum terhadap pelaku penambangan ilegal. Penyebab utama dari terjadinya kerusakan lingkungan, baik daerah aliran sungai (DAS) maupun kawasan hutan. Bahkan diperkirakan angka kerusakan DAS di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) diatas 20 %, merata di setiap Kabupaten/Kota. Terkait kerusakan hutan, bukan di kawasan terlarang yang besar digarap namun pada Area Penggunaan Lain (APL) yang tidak direklamasi karena ditambang secara ilegal.
Kepala Dinas Kehutanan Babel Nazalyus kepada wartawan mengungkapkan hal itu, menurutnya tidak mungkin penambangan timah secara ilegal tidak dapat terditeksi. Karena alat kerja dan operasional menambang timah, baik di atas air maupun di darat sangat mudah diketahui. Apalagi waktu produksi tambang timah memanga waktu lama, dengan proses terakhir pemisahan mineral timah dengan pasir secara manual. “Kelemahan aparat penegak hukum, karena keseriusan kita dalam menegakan hukum tidak tegas,” ujarnya.
Menurutnya untuk proses perbaikan lingkungan di DAS dan kawasan hutan APL tadi, sulit diminta tanggungjawabnya pasca tambangnya karena dilakukan secara ilegal. Ditemui saat akan menunggu proses pelantikan Yan Megawandi, sebagai Sekretaria Daerah (Sekda) Babel. Kemudian mencontohkan, soal ekslavator sebagai salah satu alat kerja yang tidak mungkin tidak terditeksi saat menggarap tambang ilegal. “Kalau serius (dalam penegakan hukum), alat berat (ekslavator) itu kan besar (tidak mungkin tidak terlihat) dan yang punya tidak semua orang,” sambung Nazalyus.
Menurut Nazalyus karena mineral logam timah berapa di aluvial, sehingga keberaan sungai purba sangat menentukan keberadaan tambang. Akibat itulah, DAS menjadi lokasi pertambangan timah yang kerab dilakukan secara ilegal. Walau pun, bukan berarti penambangan timah di DAS harus dilarang. “Menambangnya harus dengan proses penambangan yang baik, bukan tidak boleh menambang di DAS,” katanya.
Terkait degradasi hutan, khususnya di kawasan APL karena tidak dapat menagih tanggungjawab reklamasi pasca tambang. Karena dilakukan oleh kegiatan ilegal, sehingga reklamasi pasca tambang tidak dapat dilakukan. Makanya dia meminta agar peran tim lintas sektorak perintah, menteri koordinator politik dan hukum segera dibentuk. “Tim nantinya menginvenyarisasi, pembinaan dan penegakan hukum. Kalau tidak bisa dibina baru kita lakukan penegakan hukum,” terang Nazalyus.
Dirinya juga mengingatkan PT Timah Tbk sebagai pemilik izin usaha pertambangan (IUP), agar dapat menjaga IUP mereka yang masih dalam kawasan hutan terlarang untuk ditambang. “Kalau PT Timah sih, tidak mau menambang walau pun IUP mereka, karena belum melakukan proses pinjam pakai kawasan hutan. Tapi juga juga harus mampu menjaga IUP nya. Kita repot juga kalau yang punya IUP juga tidak perduli,” papar lulusan IPDN ini.
Penulis : Farizandy
(alp)