LENSA NASIONALLENSA TINSNEWS

Tampak Hijau menyamarkan Kerusakan lingkungan oleh Sawit

Lensa Bangka Belitung,  Pangkalpinang – Komiditi Kelapa Sawit yang terus digenjot pemerintah juga terjadi di Provinsi Bangka Belitung (Babel). Meskipun Babel bukan provinsi penghasil sawit terbesar di Indonesia namun luasan areal perkebunan sawit yang tersebar di Babel mencapai 61.505 Hektare. Komoditi ini juga menimbulkan problem lingkungan bagi masyarakat baik karena pengalihfungsian hutan menjadi perkebunan sawit yang menyebabkan perubahan ekologi yang menyokong pemanasan global.

Perkebunan sawit saat masa penanaman dan produksi menimbulkan berbagai masalah yang serius bagi masyarakat yang tinggal disekitar lingkungan perkebunan. Permasalahan yang sering terjadi adalah pencemaran sumber air oleh limbah kebun sawit. “Kerusakan lingkungan dari aktivitas penanaman sawit dilihat dari beberapa sisi kalau dilihat dari operasionalnya kegiatan pengolahan sawit kan mereka punya pabrik ya pada pengolahannya nah itu juga berdampak pada lingkungan karena limbahnya,” ujar Fery Afriyanto, Kepala Dinas Badan Lingkungan Hidup Provinsi Babel saat dihubungi lensababel.com pada Kamis (4/2). Dampak lain bagi lingkungan dari perkebunan sawit adalah menurunnya kualitas air, berkurangnya kuantitas air, dan berkurangnya sumber air masyarakat di sekitar. “Kemudian dalam perkebunannya juga penggunaan pupuk kalau tidak tepat penggunaannya dilapangannya bisa menyebabkan mencemari air dan berbahaya. Apabila curah hujan yang terlalu tinggi ini kan akan mengalir ke sungai-sungai karena pupuk yang belum terserap di tanah,” terangnya.

Ferry menyebutkan perkebunan sawit juga mengalihkan fungsi hutan yang dapat mengurangi daya serap air yang berdampak pada kesulitan mendapatkan air bagi masyarakat sekitar. “Kalau dari sisi tanaman memang pada awalnya merusak atau mengurangi atau menurunkan lingkungan hidup karena pengalihfungsian hutan yang tadinya heterogen menjadi homogen daya serap untuk air tanah juga menjadi berkurang karena pergantian hutan tersebut,” jelasnya. “Pada saat pembukaan juga berpengaaruh pada lingkungan kan len clearing juga yang berdampak pada kekeruhan air, penyerapan daya serap air juga berkurang karena pengalihan jenis hutan, sungai” yang didaerah sawit pada saat musim panas mudah sekali kekeringan air,” tambahnya.

Ferry menyebutkan pihaknya terus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perkebunan kelapa sawit. Meskipun kewenangan sepenuhnya berada di Kabupaten masing-masing. “Memang sawit ini banyak sekali dilapangan, dan kewenangan ada di pemerintah kabupaten masing-masing. Tapi kita tetap lakukan pengawasan kita sama-sama mengontrol itu,” tandasnya Ketika disinggung perihal dampak lingkungan perkebunan sawit dengan tambang, Menurut Ferry jika pertambangan dilakukan dengan benar berdasarkan Undang-Undang dan pelaksanaa reklamasi dilakukan dengan tepat maka tidak menimbulkan bahaya dan tanahnya masih bisa dimanfaatkan untuk tanaman. “Sebenarnya kalau tambang masih ada hutan awal masih tersisa dan bukaan hutan lahan tambang dilapangan itu tidak seluas perkebunan dan kegiatan pertambangan yang bersadarkan Undang-Undang kan memang ada reklamasi. Iya memang pada awalnya untuk reklamasi di lahan tambang itu bisa dilakukan dengan penanaman jenis tanaman yang bisa tumbuh minim unsur haranya dan bisa dimanfaatkan fungsi tanah yang udah ada,” tandasnya.

Penulis : Krisyanidayati

(alp)

Lensa Bangka Belitung

Portal Berita Terkini Bangka Belitung

Related Articles

Leave a Reply

Back to top button