Harga Sawit Swadaya Masih Belum Terakomodir
Lensa Bangka Belitung, Pangkalpinang – Harga sawit swadaya masyarakat di Bangka Beitung (Babel) hingga saat ini masih belum stabil dan dibeli dengan harga lebih rendah dibanding sawit yang bermitra dengan perusahaan. Apalagi pemerintah belum mengakomodir untuk mengatur harga sawit swadaya ini. Akibatnya, harga sawit cenderung lebih murah dan merugikan petani.
Kabid perkebunan Dinas pertanian, perkebunan dan peternakan (distanbunnak) Babel, Zola mengakui jika yang diatur oleh tim adalah harga sawit untuk yang mitra dengan perusahaan, sementara sawit swadaya belum diatur dan harganya dibawah harga yang ditetapkan oleh tim.
“Tim setiap tanggal 15 selalu menentukan harga sawit,kita berkumpul bersama anggota tim untuk menentukan harga selama 1 bulan kedepan, dalam penentuan harga ini ada ketentuannya, rumus dan indikatornya termasuk usia sawit, harga cpo dunia, dan lainnya, tim ini berdasarkan permentan 14/2013, danĀ pergub 50/2014,” kata Zola, akhir pekan lalu.
Ia merinci, untuk harga Tandan Buah Segar (TBS) dari sawit yang pertama panen (sekitar 3 tahun-red) dengan tbs hasil tahun selanjutnya, ditentukan dengan harga berbeda. Untuk tanaman sawit yang panen pertama dihargai Rp1.045/kg, dan untuk yang sudah puluhan tahun, atau TM 10 Rp1.257/kg.
“Untuk bulan ini ada kenaikan, bulan sebelumnya TM 1 itu sekitar Rp900/kg, dan saat ini Rp1.045/kg, harga ini dipengaruhi oleh harga cpo, dan sebagainya,” sebutnya. Zola mengakui untuk sawit swadaya pihaknya kekurangan personil untuk mengawasi hasil sawit swadaya mengingat sawit swadaya dikelola sendiri oleh petani. Ia menjelaskan umumnya diambil oleh penadah yang dijual kembali ke perusahaan, sehingga harga sesuai dengan transaksional, dan belum diatur berdasarkan pergub yang ada.
“Namanya transaksional, tidak mengacu harga kita, kalau barang bagus, harga sesuai. Tetapi permasalaahannya di lapangan, sawit itu sebetulnya dalam 20 jam setelah dipetik itu harus diolah, jika tidak diolah nilainya akan berkurang, terkadang mereka metik hari ini, kemudian dikumpul siang atau sore baru diangkut, dan itukan mesti nunggu truknya penuh baru dibawa ke pabrik, belum perjalanannya, kita khawatir ini bisa mempengaruhi kualitas sawit,” bebernya.
Disinggung upaya agar sawit swadaya ini bisa dihargai dengan harga yang ditetapkan, Zola mengimbau agar petani yang ada di desa membentuk semacam kelompok atau koperasi, yang bermitra dengan perusahaan, sehingga harganya bisa lebih baik.
“Kami mengimbau agar mereka yang swadaya, membentuk semacam kelembagaan yang punya badan hukum dan bermitra dengan perusahaan sawit, akan kami rekomendasikan kelembagaan ini ke perusahaan, sehingga mereka bisa menjual dengan harga yang sesuai,” pintanya.
Ia berharap peran aktif instansi terkait lainnya untuk berperan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani sawit ini, baik disperindang yang berhubungan dengan perdagangan dan distribusi, kemudian dinas koperasi yang aktif mendorong petani untuk membentuk koperasi dan membinanya.
“Kedepan saya berharap lebih bisa mengawasi hasil produksi sawit di Babel, dengan memperkuat solidaritas dan sinergi antar kabupaten/kota,” tandasnya.
Penulis : Krisyanidayati
(alp)