ARTIKELOPINI

Semangat Kebangkitan Nasional: Melawan Pandemi dan Menghadirkan Pendidikan Bahagia

Oleh: Muhammad Arifin Saddoen, M. Pd (Kepala Sekolah Rumah Hello Arisya Pangkalpinang)

SATU tahun lebih kita hidup bersama cengkraman pandemi Covid-19. Kondisi yang tidak menentukan juga tak membaik dari berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Membuat kita yang memperingati Hari Kebangkitan Nasional setiap tanggal 20 Mei, menjadi terasa berbeda dengan sebelum pandemi.

Hari Kebangkitan Nasional (HARKITNAS), merupakan momentum dalam rangka menegaskan persatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sejak dideklarasikannya pada tanggal 20 Mei 1908, menjadi titik tolak bagi bangsa Indonesia untuk memperjuangkan nasib kemerdekaan pada masa silam, mengenai usaha untuk membangkitkan rasa Nasionalisme, semangat perjuangan generasi muda guna kemerdekaan bangsa Indonesia tercinta. Terhitung sejak tahun 1908 hingga 2021 ini, telah ke seratus tiga belas (113) kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Apakah kita bangsa dan negara yang dulunya disebut sebagai Macan Asia masih dapat bangkit atau semakin terpuruk?

Dalam peringatan Hari Kebangkitan Nasional pada satu tahun lebih pandemi Covid-19 mencengkram bangsa dan negara, kita dituntut untuk kembali menggelorakan semangat kebangkitan nasional agar tidak terus menerus kalah dengan kondisi pandemi global yang menyerang hampir semua negara di dunia dengan mengokohkan lagi semangat patriotisme dan kecintaan kita pada bangsa dan negara Indonesia. Tak luput pula, perbaikan kondisi secara nasional pada momentum ini sangat tepat untuk mengupayakan kebangkitan ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, agama, dan politik berbangsa dan bernegara. Ini dilakukan tidak lain untuk melawan pandemi Covid-19 yang bukannya membaik namun semakin mengerikan.

Dunia umumnya, khususnya Indonesia hari ini sesungguhnya sedang mengalami track down di semua aspek, mulai dari ekonomi, pendidikan, politik, sosial, budaya, dan agama. Di tengah pandemi Covid-19 dan ketidakpastian keadaan yang membuat berbagai pihak dan berbagai sektor terancam, seperti ekonomi yang secara makro dan mikro sangat mengkhawatirkan dengan penutupan pabrik dan PHK besar-besaran, pendidikan yang dilakukan dengan model Long Distance Learning yang dianggap hanya mengisi ruang koginisi dan tidak membuat siswa bahagia belajar, politik yang semakin berpotensi membelah anak bangsa pada faksi-faksi yang tidak produktif, sosial masyarkat yang memprihatinkan dengan kurangnya intensitas pertemuan sampai meningkatkanya angka kriminalitas, budaya masyarakat yang kian bergeser, hingga keagamaan berbangsa dan bernegara yang semakin menurun jauh dari nilai moral.

Di beberapa negara termasuk Indonesia, pemerintah membuat pedoman dan protokol kesehatan untuk menghadapi dan melawan virus corona serta mengajak masyarakat untuk selalu meningkatkan kedisiplinan dalam penerapannya. Inilah bukti bahwa bangsa, negara, dan masyarakat kita semangat untuk memberangus virus Covid-19. Adapun protokol kesehatan di negara kita dikenal dengan sebutan 5M, yaitu (1) mencuci tangan, (2) memakai masker, (3) menjaga jarak, (4) menjauhi kerumunan, dan (5) mengurangi mobilitas. Melalui Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Bapak Doni Monardo menyatakan ada tiga strategi utama dalam menuntaskan kasus Covid-19 di Indonesia, yakni Testing, Tracing, dan isolasi.

Untuk strategi pertama yaitu Testing, pemerintah telah memperbanyak melakukan tes Covid-19 melalui PCR (Polymerase Chain Reaction) dalam upaya memenuhi target 10 ribu tes PCR per hari. Prosedur pemerikasaan diawali dengan pengambilan sampel dahak, lendir, atau cairan dari nasofaring atau paru-paru dari pasien yang diduga terinfeksi virus. Strategi kedua ialah Tracing atau pelacakan dari kasus yang sudah terkonfirmasi Covid-19. Terakhir isolasi, yang mana bagi mereka merasa memiliki gejala mirip Covid-19 bahkan bagi orang-orang yang telah terpapar Covid-19 dan juga dilakukan bagi warga pendatang khususnya orang-orang yang masuk dari zona merah dalam pandemi virus corona ini. Namun terbaru juga adanya sistem Genose C19 yang merupakan alat untuk mendeteksi infeksi virus corona melalui embusan napas, senyawa organik yang mudah mengucap atau Volatile Organic Compound (VOC). Semua usaha yang dilakukan ini untuk melawan pandemi Covid-19, agar jumlah kematian mengalami penurunan, tingkat kesembuhan pasien juga mengalami peningkatan, dan yang belum terpapar tetap sehat beraktifitas sebagaimana mestinya.

Melawan pandemi virus corona tidak berhenti pada aspek kesehatan masyarakat juga di dunia pendidikan. Pendidikan adalah aspek sangat penting untuk menyelamatkan siswa dari kebodohan dan kerusakan akhlak serta moral. Dimasa pandemi ini, seluruh siswa di dunia mengalami gangguan belajar, yang tentunya akan berdampak negatif pada hasil pembelajaran, perkembangan mental, dan kualitas lulusan serta ketidakbahagiaan ketika belajar. Untuk kondisi negara-negara berkembang seperti Indonesia, penutupan sekolah langsung berdampak pada siswa dengan ekonomi lemah, terutama di daerah terpencil yang terbatas akses internet. Kondisi ini makin diperburuk dengan ketidaksiapan SDM pengelola lembaga pendidikan yakni para guru. Namun walaupun begitu, kegiatan belajar mengajar dari rumah ini memberikan loncatan dalam pengaktualisasian revolusi pendidikan. Secara otomatis pemanfaatan teknologi meningkat pesat seiring dengan keterpaksaan keadaan khususnya peningkatan pembelajaran itu sendiri. Anak bangsa, para siswa merupakan aset paling berharga dalam melanjutkan kepemimpinan di negeri ini. Era digital yang dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi semua kalangan akan sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam menyikapi suatu permasalahan terlebih karakter (akhlak dan moral) bangsa dan negara menjadi taruhannya.

Revolusi industry 4.0 di bidang pendidikan dicirikan dengan pemanfaatan teknologi digital dalam proses pembelajaran atau dikenal dengan istilah sistem siber (Cyber System). Sistem ini mampu membuat proses pembelajaran dapat berlangsung secara kontinu tanpa batas ruang dan waktu. Namun, kompetensi penting yang dibutuhkan dalam era pendidikan 4.0 adalah 4C yang terdiri dari Critical Thinking/berfikir kritis, Creative (bertindak kreatif dan inovatif), Collaborative atau kerjasama serta Communication atau literasi teknologi informasi. Saatnya Indonesia bangkit dari Covid-19 untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) di segala bidang utamanya bidang Pendidikan.

Namun juga menjadi pusat perhatian kita, sejauh mana kebahagiaan siswa ketika pembelajaran daring (online learning). Teknologi luar biasa berkembang dan mengalami kenaikan pesat, tapi persoalan kebahagiaan anak (well-being) mengalami penurunan. Mereka stres, cemas, dan tertekan. Berdasarkan data, teknologi khususnya media sosial, tujuh puluh tujuh persen telah mendistraksi dan memberi dampak negatif terhadap kesehatan mental serta relasi sosial anak yang erat kaitannya dengan kebahagiaan anak. Yang mana satu dari lima anak sudah mengalami depresi sebelum mereka lulus. Padahal ketika anak bahagia belajar akan berdampak pada keberhasilan akademik yang baik.

Coba perhatikan saja, kalau kita mendidik dan anak mengalami keriangan, sukacita, tidak perlu susah-susah memaksa anak untuk semangat, bergairah belajarnya dan berkembang optimal sesuai dengan kemampuan mereka. Jadi, solusinya kita harus menghadirkan pendidikan bahagia (well-being) dan sekolah harus membangun budaya yang positif. Dalam hal ini, guru dan keluarga harus berperan sebagai motor penggeraknya.

Anna Korpi, Konselor Pendidikan dan Sains Finlandia di Singapura menyampaikan well-being atau kebahagiaan siswa menjadi hal penting karena sangat terkait dalam perfomance akademik siswa. Terkait hal ini, Finlandia memberikan kebebasan kepada setiap guru untuk memilih model pembelajaran, metode pembelajaran yang dibutuhkan, membuka kelas, one on one dengan siswa melalui kelas yang kecil atau tetap melakukan pembelajaran daring dari rumah bersama orang tua yang sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah.

Peneliti dari Universitas Helsinki, Kaisa Vourinen mengatakan, “Pendidikan positif atau well-being ini bertujuan membantu siswa mencapai potensi terbaik mereka,”. Guru sebagai tokoh utama dalam proses transformasi ilmu pengetahuan, haruslah memiliki motivasi tinggi karena itulah kunci keberhasilan. Karena ini akan menularkan motivasi belajar bagi mereka. Sehingga anak dengan segala kompetensinya dapat berkembang dengan baik, otak, hati, fundamental sosial, emosional semakin kuat, membuat mereka berbahagia saat menempuh pembelajarannya. Jadi mari kita menghadirkan pendidikan bahagia untuk generasi emas bangsa Indonesia yang semangat bangkit berjuang dan melawan pandemi. (*)

Related Articles

Leave a Reply

Back to top button