NEWS

Prihatin Pekerja Tambang, Media Asing Menyindir Bangka Budak Timah

Lensabangkabelitung.com, Pangkalpinang – Kondisi pertambangan timah di Pulau Bangka mendapat sorotan global. Media asal Perancis, France 24, membuat liputan eksklusif dan ‘memotret’ dari dekat teknik untuk mendapatkan bijih-bijih timah. Judul yang diberikannya pun terasa seram: Penambang Timah Indonesia yang Menjadi Budak Raksasa Komputer dan Telepon Dunia. Indonesia’s tin miners who slave away for the world’s computer and phone giants. Adapun di kanal Youtube, mereka memberi judul Bangka, The Tin Slaves. Alias Bangka, Budak Timah.

Liputannya diawali dengan penampakan lanskap dengan tanah yang retak-retak bekas lumpur tambang yang sudah mengering, yang digambarkannya sebagai serupa pemandangan di planet Mars.

Dalam liputan berdurasi 17 menit 46 detik itu, France 24 menceritakan para pekerja tambang menggali tanpa lelah di hadapan tambang besar. Pekerja mencari timah, logam senilai emas untuk mereka. Pulau Bangka memasok seperempat dari produksi timah global, bahkan ‘memberi makan’ kebutuhan komputer dan ponsel raksasa.

Bangka yang dulunya adalah pulau yang indah, tetapi saat ini sudah dirusak oleh pertambangan, telah ‘dibopengi’ dengan lubang-lubang besar di permukaan tanahnya. Perusahaan-perusahaan tambang mempekerjakan ribuan penambang ilegal yang mempertaruhkan nyawa mereka demi harapan keberuntungan membawa hasil bijih-bijih timah. Ini sekaligus menjadi sebuah bencana lingkungan.

Mark Owen yang bersama rekannya Arnaud Guiguitant membawakan acara itu, menyebut dengan jelas kalau pekerja tambang timah bekerja dalam lingkungan kerja yang menyulitkan posisi para pekerja tersebut. “Perusahaan-perusahaan besar lebih suka membeli dari penambang ilegal ini sehingga mereka memiliki lebih sedikit biaya pengeluaran untuk karyawan,” kata mereka, dalam video yang ditonton Lensabangkabelitung, pada Sabtu, 7 Maret 2020.

Dalam liputannya, tim France 24 menjumpai Sofyan. Seorang sopir yang banting setir menjadi pekerja tambang inkonvensional. Setiap hari Sofyan turun ke tempat kerjanya sedalam lima belas meter. Dia mesti rela menghabiskan waktunya delapan jam setiap hari dalam posisi setengah badan terendam lumpur, berkubang di dalam lubang camui. Dia bekerja tanpa perlindungan pengamanan diri, sewaktu-waktu pasir bisa saja longsor untuk menenggelamkannya. Pekerjaan ber-TI seperti ini telah dilakoni Sofyan selama tujuh tahun.

Tim juga menjumpai Abdurrahman. Anak berusia 13 tahun dan sudah putus sekolah ini, tiap harinya bekerja bersama ayahnya di atas rakit, yang dikenal sebagai TI rajuk. Melihat lokasi kerja dan kerasnya perjuangan anak laki-laki itu bekerja, bahkan mengingatkan tim seperti yang tergambar dalam Mad Max, sebuah film laga yang dibintang Tom Hardy dan Charlize Theron, itu.

Mereka juga melihat pekerja di bawah umur itu yang memiliki tugas menyelam ke dasar laut dalam teknik tambang rajuk. Anak 13 tahun itu kembali ke permukaan setelah 2 jam bekerja di dasar laut.

Nelayan juga mengeluhkan soal area tangkapnya yang kini semakin menjauh, lebih sulit menangkap ikan karena berkurangnya populasi ikan terutama dari spesies tertentu, akibat aktivitas penambangan lepas pantai. Soal kesulitan itu telah pula mereka sampaikan dalam ungkapan kemararahan melalui aksi gelombang protes kepada pemerintah.

Ada juga, perwakilan hotel yang memiliki pemandangan laut. Dia menceritakan kalau mereka pernah ‘disemprot’ tamu hotel karena air laut di sekitar pantainya kotor, sehingga tidak bisa digunakan untuk berenang.

Donny Fahrum

Related Articles

Leave a Reply

Back to top button
  • slot gacor
  • slot gacor
  • slot gacor
  • slot gacor
  • slot gacor